Kamis, 17 Januari 2013

Tragedi Bintaro

Tragedi Bintaro adalah peristiwa tabrakan hebat dua buah kereta api di daerah Pondok Betung, BintaroJakarta Selatan, pada tanggal 19 Oktober 1987 yang merupakan kecelakaan terburuk dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia. Peristiwa ini juga menyita perhatian publik dunia.

Sebuah kereta api yang berangkat dari Rangkasbitung, bertabrakan dengan kereta api yang berangkat dari Stasiun Tanah Abang. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu musibah paling buruk dalam sejarah transportasi di Indonesia.
Penyelidikan setelah kejadian menunjukkan adanya kelalaian petugas Stasiun Sudimara yang memberikan sinyal aman bagi kereta api dari arah Rangkasbitung, padahal tidak ada pernyataan aman dari Stasiun Kebayoran. Hal ini dilakukan karena penuhnya jalur di stasiun Sudimara.

Kecelakaan terjadi di antara Stasiun Pondokranji dan Pemakaman Tanah Kusir, Sebelah Utara SMUN 86 Bintaro. Di dekat tikungan melengkung Tol Bintaro, tepatnya di lengkungan S, berjarak kurang lebih 200 m setelah palang pintu Pondok Betung dan ± 8 km sebelum Stasiun Sudimara.

Peristiwa bermula atas kesalahan kepala Stasiun Serpong memberangkatkan KA 225 ke Stasiun Sudimara, tanpa mengecek kepenuhan jalur KA di Stasiun Sudimara. Sehingga, ketika KA 225, jurusan Rangkasbitung-Jakarta Kota, tiba di Stasiun Sudimara pada pukul 6:45 WIB, stasiun Sudimara yang punya 3 jalur saat itu penuh dengan KA.
Jalur 1: KA 225
Jalur 2: KA Indocement hendak ke arah Jakarta juga
Jalur 3: Gerbong tanpa lokomotif

KA 225 sedianya bersilang dengan KA 220 Patas di Stasiun Kebayoran yang hendak ke Merak. Itu berarti KA 220 Patas di stasiun Kebayoran harus mengalah, namun PPKA Stasiun Kebayoran tidak mau mengalah dan tetap memberangkatkan KA 220. PPKA Stasiun Sudimara pun lantas memerintahkan juru langsir untuk melangsir KA 225 masuk jalur 3. Saat akan dilangsir, masinis tidak dapat melihat semboyan yang diberikan, karena penuhnya lokomotif pada saat itu. Kemudian masinis bertanya kepada penumpang yang berada di lokomotif "berangkat ?" penumpang menjawab "berangkat !!". Sang masinis pun membunyikan Semboyan 35 dan berjalan. Juru langsir yang kaget mengejar kereta itu dan naik di gerbong paling belakang. Para petugas stasiun kaget, beberapa ada yang mengejar kereta itu menggunakan sepeda motor. PPKA Sudimara Djamhari mencoba memberhentikan kereta dengan menggerak-gerakkan sinyal, namun tidak berhasil. Dia pun langsung mengejar kereta itu dengan mengibarkan bendera merah. Namun sia-sia, Djamhari pun kembali ke stasiun dengan sedih, dia membunyikan semboyan genta darurat kepada penjaga perlintasan Pondok Betung. Tetapi kereta tetap melaju. Setelah diketahui, ternyata penjaga perlintasan Pondok Betung tidak hafal semboyan genta.

KA 225 berjalan dengan kecepatan 25km/jam karena baru melewati perlintasan, sedangkan KA 220 berjalan dengan kecepatan 30km/jam.
Dua kereta api yang sama-sama sarat penumpang, Senin pagi itu bertabrakan di tikungan S ± Km 18.75. Kedua kereta hancur, terguling dan ringsek. Kedua lokomotif dengan seri BB 30316 danBB 30616 rusak berat. Jumlah korban jiwa 156 orang, dan ratusan penumpang lainnya luka-luka.

Akibat tragedi tersebut, masinis Slamet Suradio diganjar 5 tahun kurungan. Ia juga harus kehilangan pekerjaan, sehingga ia memilih pulang ke kampung halamannya, menjadi petani di Purworejo. Sebelumnya, ia telah berkarya selama 20 tahun di perusahaan KA.
Nasib yang serupa juga menimpa Adung Syafei, kondektur KA 225. Dia harus mendekam di penjara selama 2 tahun 6 bulan. Sedangkan Umrihadi (Pemimpin Perjalanan Kereta Api, PPKA, Stasiun Kebayoran Lama) dipenjara selama 10 bulan.









Rabu, 16 Januari 2013

Pathfinder Beginnings

Who started Pathfinders?  The short answer is that no one person did, but rather that a diverse group of youth-focused, God-loving, ministry-minded individuals in various location created "Pathfinder-like" clubs in various locations that eventually grew into the ministry we now know as Pathfinders.

The first Pathfinder Club of record was in Anaheim, California directed by John McKim and Willa Steen.  This club began in the late 1920's and ran through the 1930's.   In 1944 McKim died and the Steens had moved.  In 1930 Lester and Ione Martin with co-directors Theron & Ethel Johnston began a club in Santa Ana, California. Both of these first clubs were in the Southeastern California Conference and encouraged by Youth Director Elder Guy Mann and his associate Laurance A. Skinner.  For several years there were no clubs of record.
In 1946 John H. Hancock, then the youth director for Southeastern California Conference got a club going in Riverside, California.  John designed the Pathfinder triangle emblem and got a ministerial student, Francis Hunt to direct the club.   Both John and his wife Helen Hancock taught honors.

By 1947-48 Southern California Conference began having Pathfinder clubs - the first at Glendale, with Lawrence Paulson as director.  About that same time, the Central California Conference, under the direction of Youth Director Henry T. Bergh, began their Pathfinder program -- starting 23 clubs that first year.

Beginning with the God-directed program, called Pathfinder Clubs, in California, the General Conference of the Seventh-day Adventist church adopted the program.  It thus, in 1950, became an official worldwide organization of the Adventist church, and grew rapidly.

Pathfinders is now a global ministry affecting thousands (if not millions) of young people worldwide.